Sabtu, 05 Mei 2012

Nasional - Hukum Indonesia Belum Jamin Kebebasan Pers

Jakarta, LP - Pengamat hukum Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Herlambang Perdana Wiratama MH, mengatakan bahwa hukum di Indonesia belum sepenuhnya menjamin kebebasan pers.

"Sejumlah produk hukum justru tidak melindungi pers, seperti UU Intelijen. Bahkan, tidak sedikit jurnalis yang dijerat tindak pidana dan perdata," katanya Kamis, di Kabupaten Jember, Jawa Timur, menanggapi momentum peringatan Hari Kebebasan Pers Sedunia.

Dosen Fakultas Hukum Unair itu pernah melakukan penelitian di sejumlah kota di Indonesia untuk mengetahui sejauh mana kebebasan pers dari kacamata hukum pascarezim Orde Baru.

"Jumlah kasus kekerasan terhadap jurnalis yang terjadi di era reformasi justru lebih banyak dibandingkan rezim Orde Baru, dan hal itu menunjukkan bahwa produk hukum yang ada belum melindungi profesi jurnalis," katanya.

Penggagas Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers Surabaya itu menilai, masih ada tekanan terhadap perusahaan media dan jurnalis baik dari segi hukum pidana maupun perdata, sehingga kebebasan pers belum sepenuhnya berjalan secara baik di Indonesia.

"Terbunuhnya sejumlah jurnalis Indonesia paling banyak terjadi pada tahun 2010, dan para penegak hukum masih menggunakan sejumlah pasal penghinaan atau perbuatan tidak menyenangkan di KUHP untuk menjerat jurnalis, padahal sudah ada UU Pers," ucap mahasiswa program pascasarjana di Leiden, Belanda, itu.

Herlambang menuturkan, seharusnya pemidanaan terhadap pers di Indonesia ditiadakan, seperti di Skandinavia, namun masih banyak pihak yang berusaha untuk menjerat jurnalis dan media dalam pidana.

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia mencatat, sebanyak delapan jurnalis dibunuh sejak 1996 hingga 2012 dan pengungkapan kasusnya terbengkalai, sehingga pelakunya belum diadili.

Delapan kasus itu adalah pembunuhan Fuad Muhammad Syarifuddin alias Udin (wartawan Harian Bernas di Yogyakarta, 16 Agustus 1996), Naimullah (jurnalis Harian Sinar Pagi di Kalimantan Barat, ditemukan tewas pada 25 Juli 1997), Agus Mulyawan (jurnalis Asia Press di Timor Timur, 25 September 1999), Muhammad Jamaluddin (jurnalis kamera TVRI di Aceh, ditemukan tewas pada 17 Juni 2003).

Korban lainnya adalah Ersa Siregar, (jurnalis RCTI di Aceh, 29 Desember 2003), Herliyanto (jurnalis lepas tabloid Delta Pos Sidoarjo ditemukan tewas pada 29 April 2006), Adriansyah Matra'is Wibisono (jurnalis TV lokal di Merauke, Papua, ditemukan tewas pada 29 Juli 2010) dan Alfred Mirulewan (jurnalis tabloid Pelangi, Maluku, ditemukan tewas pada 18 Desember 2010).

AJI Indonesia menyatakan, peringatan Hari Kebebasan Pers Sedunia harus menjadi momentum bagi komunitas pers untuk menuntut aparat hukum mengakhiri praktik impunitas pembunuh jurnalis. (tam/ant)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar