Tak tahu harus darimana kumulai tulisan ini, saat semua mata terbelalak pada berita di televisi. Dan saat telinga ini pekak dengan raungan kabar memilukan yang terjadi hari ini. Rabu (14/04/2010).
Ya, baru saja di Utara Jakarta, tepatnya di Tanjung Priok memanas yang disebabkan bentrokan warga dengan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP). Hal itu disebabkan eksekusi yang dilakukan Satpol PP terhadap lahan Makam Habib Hasan bin Muhammad Al-Haddad atau yang sering disebut Mbah Priok.
Sangat miris memang, ketika Satpol PP saat ini datang dengan beringas menyerang warga hanya untuk kepentingan tertentu. Kita bisa tahu, siapa sih Mbah Priok itu?
Masyarakat mengenalnya sebagai Habib Hasan bin Muhammad Al-Haddad. Cerita yang disampaikan secara turun-temurun, lelaki kelahiran Palembang, Sumatra Selatan, itu berlayar ke Pulau Jawa untuk menyebarkan ajaran Islam. Habib yang lahir pada 1727 itu mengalami kesulitan dalam menjalankan tugas keagamaan lantaran terus dikejar tentara Belanda.
Akhirnya, Habib meninggal dunia. Nama Tanjungpriok muncul lantaran warga menemukan priok nasi di samping jasad Habib. Kini, makin banyak orang yang dimakamkan dekat makam Mbah Priok sehingga kawasan tersebut menjadi pekuburan umum. Dan, tak sedikit pula warga yang berziarah ke makam Mbah Priok.
Kisah Habib yang menyebarkan Islam di Jakarta Utara pada abad ke-18 itu sudah di ujung halaman. Jika proses pemugaran yang dilakukan pemerintah Kota Jakut atas instruksi Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo berhasil, kemungkinan makam Mbah Priok akan berubah fungsi.
Kenapa Pemkot berambisi untuk mengambil alih Makam tersebut? Menurut berita yang dilansir dari Liputan6.com,
Katanya, tanah pekuburan milik PT Pelabuhan Indonesia Dua itu akan diperluas menjadi jalan tol. Disebut-sebut juga, kanal dan peti kemas siap dirikan di tempat itu. Namun, ada yang menyatakan bahwa makam tersebut bakal dijadikan taman dan monumen seluas 100 meter persegi.
Melihat hal demikian, aku sempat berfikir begitu serakahnya orang-orang untuk menggusur lahan tersebut. Kita bisa lihat sisi historikal lahan itu. Apakah sebuah sejarah juga akan hilang hanya karena ambisi tersebut. Saya khawatir jika bangsa kita menjadi bangsa yang durhaka dengan menggusur makam yang memiliki nilai yang sangat penting, bahkan sakral terutama untuk umat Islam dan warga Jakarta pada umumnya.
Mungkin masalah tersebut hanya secuil dari banyaknya kasus yang dilakukan pemerintah hanya untuk kepentingan tertentu.
Kasus lain seperti yang dirasakan Ratna Askia (81), seorang janda veteran. Pasalnya, hari ini, rumah yang telah ia tempati selama kurang lebih 30 tahun terancam digusur. Ratna adalah salah satu warga kompleks rumah pensiunan Departemen dalam Negeri yang berada di kampus IPDN, Jalan ampera Raya, Cilandak Timur.
Para satpol PP tersebut lah yang akan menggusur dan mengosongkan rumah para pensiunan pegawai departemen Dalam Negeri, termasuk Ratna.
“ Yang saya tuntut hanya keadilan. Saya tidak punya rumah. Saya ingin rumah,” ungkap Ratna.
Ratna adalah janda dari seorang tentara veteran yang ikut serta dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, Prof. Dr. Fauzi Ridwan, S.H. Semasa hidupnya almarhum Fauzi pernah dianugerahi tanda penghargaan khusus untuk anggota Angkatan Perang Republik Indonesia pada 1958. Saat itu Fauzi yang berpangkat Lettu Veteran dan tergabung dalam anggota Legiun Veteran RI mendapatkan Satya Lencana Peristiwa Aksi Militer sesuai dengan pasal No 16 UU Darurat No 2 tahun 1958.
Mungkin masih banyak lagi kasus lain.
Dan yang saya pertanyakan apakah kita akan menjadi penerus bangsa yang durhaka? Apakah kita akan terus memperlihatkan hal seperti ini pada anak cucu kita nanti.
Aku sempat berkahayal, seandainya nanti ada seorang anak membelot pada orang tuanya, hanya karena beberapa
"tingkah orang tua" saat ini yang seperti itu.
Ingatlah,
"Bangsa yang bermartabat adalah bangsa yang menghormati perjuangan pahlawan - pahlawannya."
Semoga bisa menjadi introspeksi.
(tams)