Sabtu, 28 Januari 2012

SEJARAH -- 2nd Waffen ϞϞ Panzer SS Division Das Reich

Jakarta, LP - Pada Oktober 1939 divisi SS-Verfügungstruppe dibentuk, yang bersemangat dalam partisipasinya di pertempuran ketika Kampanye Polandia dimulai pada tanggal 1 September 1939. SS-VT resimen Deutschland, resimen artileri dan SS-batalyon pengintai bergabung dengan Brigade tank 4 milik Mayor Jenderal-Kempf itu, Jerman yang dikirim untuk beroperasi di bawah pasukan tank 14. Resimen Der Führer tidak sepenuhnya dilatih sehingga itu tidak mengambil bagian dalam pertempuran. Meskipun Germania menghabiskan sebagian besar kampanye empat minggu dalam cadangan itu, Deutschland resimen penuh semangat berpartisipasi dalam Pertempuran Brest. Divisi ini juga berpartisipasi dalam pertempuran dari Mei hingga Juni 1940 di Belanda, Belgia, Perancis dan dekat perbatasan Spanyol.

Pada Mei 1940, di awal sebuah serangan, resimen Der Führer dan LAH didistribusikan di perbatasan Belanda dan mereka bergerak dan menekan segala macam perlawanan, melalui Be
landa. Dari Belanda mereka menuju ke dalam pertempuran sengit di Perancis. Resimen Deutschland berdiri terutama di beberapa pertempuran yang terjadi saat mereka menyeberangi kanal. Pasukan sekutu dikepung sekitar Dunkerque.

Pada Desember 1940 resimen Deutschland telah dihapus dari pertempuran dan resimen memberikan stafnya ke Wiking 5 baru terbentuk Divisi Panzer SS. Untuk mengimbangi ketidakhadiran Germania, yang lain resimen tengkorak (Totenkopf) ditambahkan ke SS-VT.

Pada bulan Januari 1941, SS-VT ini berganti nama menjadi Divisi SS Das Reich. Sampai April 1941 divisi aktif di Perancis dan ke
mudian berpartisipasi dalam menginvasi Yugoslavia. Pada Mei 1941 divisi sedang dirombak ulang di Austria. Dari Juni-November divisi menyerang Rusia (di bawah Grup Tentara Mitte), di mana mereka berpartisipasi dalam pertempuran Smolensky, Priluk dan Moskow. Dari Desember 1941 sampai Maret 1942 mereka telah bertempur dibawah pertahanan bawah Istra, Russa dan Rzhev. Divisi ini menderita kerugian besar dan itu dikirim kembali ke Jerman, di mana mereka tinggal sampai bulan Juli 1942. Sampai Januari 1943 divisi aktif di Norteastern Perancis. Pada akhir Januari 1943 divisi terdiri dari 17.100 tentara elit muda.

(Orang Indonesia yang tergabung di 2nd ϞϞ Das Reich)


Dari bulan Februari sampai Maret 1943 divisi berpartisipasi dalam pertempuran sengit di Ukraina, di bawah Kharkov.
Sampai Juli 1943 mereka juga mengambil bagian dalam serangan Arc Kursk dekat Belgrad dan Prokhorovka. Dari Agustus hingga Desember 1943 mereka telah bertempur dengan keterbatasan pertahanan di Miussi, barat dari Kharkov, di bawah Dnepr, Kiev dan Zitomir. Pada Februari 1944 hanya Kampfgruppe Lammerding berpartisipasi dalam pertempuran. Yang selamat dari divisi dikirim untuk beristirahat dan melatih di Prancis. Dari bulan Juni sampai Agustus 1944 mereka berpartisipasi dalam pertempuran kasar di Coutances, St Lo Perey dan daerah Mortain.
Dengan September 1944 mereka mundur melalui Rouen dan St Vith sampai perbatasan Jerman. Sampai Desember 1944 mereka bertempur di dekat Schnee Eifel dan pada bulan Januari 1945 mereka telah bertempur di Ardennes. Dari sana divisi dibawa ke Hongaria pada bulan Februari 1945, di mana ia bertempur di Stühlweissenburg. Divisi ini berjuang dengan Tentara Merah pada tahun 1945 di Austria, sementara mereka melindungi Wina, dan Ceko. Pada April 7, 1945 divisi memiliki 1.498 pria dan 11 tank.

Divisi ini sebagian besar menyerah kepada pasukan AS pada tanggal 8 Mei 1945. Divisi ini juga disebut sebagai Niederlande Kampfgruppe (NK) yang sebagian divisinya diterjunkan ke Indonesia dan merekrut orang Indonesia. NK ditugasi untuk memburu Yahudi yang ada di Asia.



Lambang:

Cuffband "Das Reich" (September 1943); nama resimen Deutschland, Der Führer pertama dengan huruf gothic, kemudian dengan surat biasa; Germania (sampai November 1940) dalam huruf gothic, yang sama untuk Langemarck; simbol rahasia "SS" pada patch kerah .

73 orang dari divisi ini menerima Ritterkreuz Salib Besi.

Pemimpin Divisi:

SS-Obergruppenführer Paul Hausser (sampai Oktober 1941)
SS-Brigadeführer Wilhelm Bittrich (sampai Desember 1941)
SS-Brigadeführer Matthias Kleinheisterkamp (sampai April 1942)
SS-Gruppenführer Georg Keppler (sampai Februari 1943)
SS-Brigadeführer Herbert-Ernst Vahl
SS-Standartenführer Kurt Brasack
SS-Brigadeführer Walter Kruger
SS-Brigadeführer Heinz Lammerding (Desember 1943 sampai Juli 1944; Desember 1944 sampai Januari 1945)
SS-Standartenführer Kristen Tyschen
SS-Standartenführer Otto Baum
SS-Brigadeführer Werner Ostendorf
SS-Standartenführer Rudolf Lehmann
SS-Standartenführer Kreutz Karl

(tams)

SEJARAH -- Tragedi Rawagede Sejarah Kelam Indonesia

Jakarta, LP -- Suara adzan subuh baru saja berkumandang ketika ratusan pasukan Belanda sudah mengepung Desa Rawagede. Hari itu, Selasa, 9 Desember 1947, pukul 04.00 WIB, di bawah pimpinan Mayor Alphons Wijman, sekitar 300 tentara Belanda mengeledah rumah warga. Mereka mencari pejuang Republik, Kapten Lukas Kustario.

Sejumlah veteran perang berziarah di Taman Makam Pahlawan Sampurna Raga, Monumen Rawa Gede, Karawang, Jabar. TEMPO/Subekti
Mayor Wijman mendengar bahwa Lukas berada di Desa Rawagede, Karawang, Jawa Barat. Desa ini—kini berubah nama menjadi Balongsari—terletak di Kecamatan Rawamerta, Kabupaten Karawang, sekitar 15 kilometer arah timur laut dari ibu kota Kabupaten.

Rumah-rumah digeledah, namun yang dicari tidak ada. Pasukan Mayor Wijman memerintahkan penduduk laki-laki berkumpul di tanah lapang untuk ditanya mengenai keberadaan Lukas.

Karena tak satu pun penduduk yang memberitahu di mana Lukas, Wijman memerintahkan pasukannya menembak. Lasmi, 83 tahun, kepada wartawan menuturkan, ia mendengar para lelaki itu berjejer. “Lalu terdengar tekdung, tekdung, bunyi senapan dikokang, kemudian ditembakkan.”

Lasmi melihat suaminya mati terkapar dengan peluru bersarang di leher. Ini membuat kandungannya yang berumur tujuh bulan keguguran.

Setelah itu, Lasmi mendengar tembakan mortir. Woss...jegur. Saat itu, para perempuan memilih tiarap di tempat tidur. “Rame pisan tembakan. Canon--mortir ya, kata yang tau canon--mortir. Wos-wos..., dari atas. Jegor!” begitu ujar Cawi binti Baisan, janda korban Rawagede yang saat itu berumur 22 tahun.

Ada enam kali tembakan mortir. Menurut laporan Wijman, 12 kiriman mortir itu membakar delapan sampai 10 rumah. Wijnen juga menyebut, saat ia menyerang, nyaris tiada perlawanan. Tembakan mortirnya cuma sempat dibalas sekelompok pria tanpa seragam satu-dua kali dengan karabin. Halangan utama pasukannya yang tengah mengarah ke barat justru tanah berlumpur yang licin.

Wijman mengatakan pasukannya hanya berkekuatan 90 personel, diperkuat dengan 2 mortir kaliber 2. Oleh Wijman, pasukan dibagi menjadi tiga grup. Masing-masing berkekuatan 30 orang. Rawagede dikepung dari tiga jurusan: utara, timur, dan selatan.

Pasukan utara dipimpin dua sersannya. Pasukan itu diperkuat satu bren. Pasukan selatan dipimpin seorang sersan mayor. Mereka juga dibekali satu bren. Wijman sendiri memimpin kelompok yang bertugas mengepung kampung dari arah timur. Dibantu dua perwira, grupnya diperkuat sten dan 2 mortir 2.

Seluruh operasi itu selesai pukul 13.00. Namun versi lain dari Sukarman, Ketua Yayasan Rawagede, operasi itu berlangsung hingga pukul 16.00.

Cawi, 84 tahun, janda korban pembantaian malah berkukuh tragedi itu terjadi menjelang magrib. Ia mengaku keluar pukul 17.00 WIB bersama perempuan-perempuan lainnya mencari suami dan orang tua mereka yang sudah ditemukan bergelimpangan di rumah dan jalanan.

Cawi tak mengetahui bagaimana suami dan tetangganya dieksekusi. Ia--seperti para perempuan lainnya--bersembunyi di dalam rumah. Adapun para pria memilih kabur ke luar kampung atau bersembunyi di sungai atau di kolam, seperti Siot, ayah Kadun.

Kadun saat itu berusia 10 tahun. Ia melihat bagaimana ayahnya bersembunyi di sungai dekat rumah. “Mukanya diurugin (ditutup) sampah. Tak terlihat oleh Belanda,” ujarnya.

"Tapi Belanda bawa anjing dan anjing itu menggonggong terus. Lama-lama, tempat sembunyi ayah disogok-sogok bayonet," kata Kadun. Ayah Kadun akhirnya muncul dari tumpukan sampah. "Ia dibawa Belanda. Sejak itu, ia tak pernah kembali."

Menurut Sukarman, Belanda melakukan eksekusi dalam kelompok-kelompok kecil, terdiri dari setiap lelaki yang berumur di atas 14 tahun. Masing-masing kelompok terdiri dari 10-30 orang. "Masing-masing kelompok warga yang dikumpulkan oleh pasukan Belanda saat itu tidak saling mengetahui kalau telah terjadi pembantaian. Karena mereka dikumpulkan secara terpisah," ujarnya.

Menurut data Yayasan Rawagede, jumlah warga yang menjadi korban sekitar 431 korban. Tapi, menurut Wijnen, pihaknya cuma menembak mati 150 orang. Penembakan itu bukan tanpa sebab. "Sangat mungkin, karena terprovokasi pihak lain, sejumlah yang tak bersalah jadi korban."

Apa yang terjadi Selasa pagi itu membuat Rawagede bersimbah darah. “Kali Rawagede merah oleh darah. Mayat bergelimpangan,” kata Kadun. “Di mana-mana menangis, meratap, dan meratap.”

Sepanjang tiga hari setelah peristiwa pembantaian itu, kata Kadun, para ibu di Rawagede mencari suami dan anak lelaki mereka. Sejak itu, tak ada lagi lelaki di kampung itu. Mereka—para perempuan itu—bahu-membahu menggotong dan mengubur jenazah.

Dengan alat seadanya—cangkul, golok, dan sendok semen—ibu-ibu itu menggali lubang sedalam sekitar satu meter untuk mengubur jenazah di pekarangan rumah masing-masing.

Sejak operasi itu, Rawagede tak sama lagi. Cuma dalam 6 jam (versi Belanda) atau 12 jam (versi keluarga korban), Rawagede menjadi kampung janda. Baru bertahun-tahun kemudian, kampung itu kembali memiliki lelaki dewasa.
Alasan Belanda Melakukan Operasi Pembantaian

Cawi binti Baisa berdoa di makam suaminya di taman makam pahlawan Rawagede, Jawa Barat. AP/Achmad Ibrahim


Tangsi Belanda, Karawang, di awal Desember 1947. Komandan Kompi Karawang, Mayor Alphons Wijman, memperhatikan laporan tentang Rawagede dari jaringan mata-matanya. Mereka melapor, di kampung berpenduduk tak lebih dari 500 orang itu, ada tentara Indonesia dengan kekuatan 40 sampai 60 senapan dan satu senjata mesin.

Sudah sebulan Wijman mengawasi Rawagede--kini bagian dari Desa Balongsari. Pedukuhan itu disebut sebagai zona terpanas di distriknya, Karawang. Sejak direbut Belanda, Karawang, kawasan seluas 1000 meter persegi, tak pernah sungguh-sungguh takluk.

Wijman pusing. Aksi bajak kereta uap trayek Krawang-Rengas Dengklok dikeler 10 orang bersenjata. Jaraknya setengah mil dari Stasiun Rawagede. Juru mesin, juru api, dan sekitar 20 awak kereta disandera. Tiga yang berhasil kabur. Ini adalah satu dari sekian aksi yang diduga Belanda bahwa pelakunya adalah tentara Indonesia yang beroperasi tanpa seragam.

Membaca gerakan, Wijman memutuskan aksi "pembersihan". Bala bantuan dikirimkan dari Batalion Infanteri 3 dan Resimen Infantri 9 (Cikampek), Brigade Infanteri 2 (Purwakarta), dan Divisi 7 Desember yang bermarkas di Bandung. Hari operasi ditetapkan: Selasa, 9 Desember 1947, pukul 5.30 pagi.

Namun, operasi itu sempat bocor. Adalah Dajat, warga Kampung Bubulak--12 kilometer dari Rawagede—tertangkap warga Rawagede. Dajat diperintah ayahnya menyelidiki Rawagede. Tanu, ayah Dajat adalah bintara polisi yang belakangan jadi asisten wedana dan dikenal warga sebagai cuak (mata-mata) Belanda.

Lepas Ashar, lima hari sebelum operasi berlangsung, Dajat dicokok warga dan digebuki. Bakal dihukum penggal, Dajat sukses melarikan diri malam harinya. Ia pun melapor ke ayahnya, juga Kalim. Kalim adalah cuak kolega Tanu yang bekerja sebagai detektif polisi Belanda. Keduanya lalu melapor ke Markas Belanda di Krawang.

Kisah penangkapan Dajat ini belakangan diungkap Dr J. Leimena, Ketua Komite Khusus Republik Indonesia untuk Tragedi Rawa Gede. Leimena mengirimkan kronologis tragedi Rawa Gede dalam suratnya ke Tim Jasa Baik PBB pada 3 Januari 1948. Disebutkan pula, operasi militer Belanda di Rawagede berpokok dari laporan mata-mata mereka yang tertangkap rakyat Rawagede, namun berhasil meloloskan diri.

Boleh jadi, Belanda memang sudah geregetan dengan kawasan ini. Tim Jasa Baik PBB, dalam laporan investigasinya menyebut, “ Oleh Belanda, Rawagede dianggap sebagai markas besar gerombolan bersenjata dan Lurah Rawagede adalah salah satu otaknya," begitu tulis PBB.

Posisi Rawagede memang strategis. Terletak 25 kilometer dari Alun-alun Karawang, kawasan ini dilintasi jalur kereta api Karawang-Cikampek-Rengasdengklok. Rengasdengklok sendiri adalah salah satu gudang senjata dan material Jepang. Di sana, ada bekas markas pasukan Pembela Tanah Air (Peta).

Syahdan, bukan lantaran posisinya saja yang strategis Rawagede bisa jadi basis pejuang Indonesia di kawasan seputar Batavia. Kisah perlawanan pejuang Rawagede juga sudah popular saat itu.

"Tentara Belanda sejak masuk ke Karawang tak pernah berani ke Rawagede” kata Sa’ih, mantan pejuang yang tinggal di Rawagede. “ Beberapa kali Belanda masuk Rawagede, tapi selalu digempur sehingga mereka pulang lagi ke markas,"

Tapi juga lantaran para tentara Indonesia dan para pejuang itu di bawah komando Kapten Lukas Sutaryo. Lukas--lelaki yang dijuluki begundal Karawang-Bekasi--itu memang bikin gerah Belanda lantaran aksi penyerangan pasukan laskar pimpinan kapten berani mati itu.

Lukas dikenal bermata jeli bagai elang dan licin bagai belut. Ia dikenal selalu lolos dalam penyergapan. Letnan Dua Purnawirawan Soepangkat--salah satu anak buahnya--bertutur, Lukas punya kehebatan bertempur jarak dekat. Komandannya itu suka menyerang konvoi militer dan markas pertahanan Belanda di daerah perbatasan Jakarta-Jawa Barat.

Kepiawaian Lukas membuat Belanda menjadikannya musuh nomor satu di kawasan Jawa Barat. Militer Belanda menawarkan hadiah 10 gulden bagi siapa saja yang bisa menangkap Lukas dalam keadaan hidup dan mati.

Lukas sendiri tinggal di Rawagede. Kawasan ini, menurut Soepangat, tak hanya basis, tapi juga lintasan pejuang revolusi kemerdekaan. Tak heran juga, Belanda mencari Lukas di sana. " Ada info Lukas berada di Rawagede. Karena Belanda mencari Lukas tak ketemu, desa itu jadi sasaran."

Namun, hari-hari menjelang itu, Lukas sedang perang gerilya ke Markas Belanda di Pabuaran, Pamanukan, Subang hingga CIkampek.

Sehari sebelum operasi berlangsung, Lukas sempat pulang ke Rawagede. Ia juga sedang diuber pasukan NICA. Sukarman, salah satu anak buahnya yang masih hidup bertutur, Lukas masuk Rawagede hari Senin, jam 07.00 pagi, tanggal 8 Desember 1947. “ Tapi ia tidak lama” ujarnya.

Pukul 15.00 WIB, Lukas dan pasukannya bergerak menyerang Markas Belanda di Cililitan. Lukas bahkan tak tahu Rawagede dibantai Belanda yang sedang mencarinya.

Hanya satu jam setelah Lukas pergi dari Rawagede, Mayor Wijman dan pasukannya membawa kendaraan tempur menuju kampung itu. (tams/ tempo)

INFO -- Mengapa Selalu Ada Kerikil Di Rel Kereta Api?

Jakarta, LP - Entah anda perhatikan atau tidak, hampir di sepanjang rel kereta api biasanya terdapat batu kerikil yang terletak di bawah dan pada samping kanan dan kiri rel kereta api. Batu kerikil ini memang sengaja disebar di sekitar rel kereta api tersebut. Dan ternyata batu kerikil ini memiliki fungsi yang sangat penting untuk menunjang keberadaan rel kereta api yang berdiri di atasnya.

Fungsi Batu Kerikil pada Rel Kereta Api
Fungsi batu kerikil pada rel kereta api yang pertama adalah sebagai bantalan pemberat. Dengan adanya lapisan batu kerikil ini rel dapat tetap berdiri dengan stabil. Sehingga kereta api yang berjalan di atasnya pun dapat berjalan dengan baik.
Batu kerikil ini juga berfungsi untuk menyerap getaran (shock absorber) yang terjadi ketika kereta api tengah lewat. Sehingga goncangan yang terjadi ketika kereta api melintas dapat dikurangi. Dan rel kereta api pun tidak cepat rusak dan dapat digunakan untuk waktu yang lama.
Fungsi berikutnya yaitu untuk menahan dan memperlancar aliran air di saat hujan. Fungsi ini berperan untuk mencegah terjadinya pengikisan tanah atau erosi pada tanah di sekitar rel kereta api. Dimana bila hal ini terjadi maka dapat menyebabkan kecelakaan serius bagi kereta yang melintas seperti kereta anjlok dan yang lainnya.
Dan yang terakhir, batu kerikil juga berfungsi untuk menghambat tumbuhnya rerumputan di sekitar rel. Tumbuhnya rerumputan di sekitar rel dapat dapat secara langsung maupun tidak langsung menyebabkan penggemburan tanah di bawahnya. Hal ini tentunya dapat membahayakan karena jika tanah di bawah rel tidak stabil maka akan dapat membahayakan perjalanan kereta api.
Mengapa di Beberapa Tempat Tidak Terdapat Kerikil

Seperti yang kita lihat pada beberapa tempat, ada posisi-posisi tertentu dimana di bawah rel kereta api tidak terdapat batu kerikil. Seperti rel kereta api yang terdapat di atas jembatan atau jalan raya, dimana tidak terdapat satu butir pun batu kerikil yang sangat berperan penting bagi keberadaan rel kereta api. Hal ini terjadi karena semua fungsi dari batu kerikil tadi sudah diambil alih fungsinya oleh mekanisme lain.
Pada jembatan kereta api, jembatan sudah dirancang khusus sedemikian rupa supaya dapat menahan getaran yang akan terjadi yang dihasilkan ketika kereta melintas. Demikian pun dengan rel kereta yang terdapat pada jalan raya, jalan aspal telah menggantikan peranan batu kerikil dengan baik. Sehingga pada tempat-tempat tersebut, tidak diperlukan lagi batu kerikil untuk diletakkan di bawah rel kereta api. (tams)

Jumat, 27 Januari 2012

SEJARAH -- 1st Waffen SS Panzer Division Leibstandarte ϞϞ HH




  • st SS Panzer Grenadier Regiment (January 1944)
  • 2nd SS Panzer Grenadier Regiment
  • 1st SS Panzer Regiment LAH
Resimen Leibstandarte SS Adolf Hitler dibentuk pada bulan September 1933. Divisi ini pertama kali melakukan pertempuran pada bulan September 1939 di daerah Warsawa dan Modlin, Polandia. Setelah menaklukkan Polandia, resimen aktif di Ceko pada bulan Oktober 1939 setelah itu dikirim ke Front Barat. Selama suatu serangan kilat, divisi LAH berpindah dan berhenti di Belanda, serta berhasil menduduki jembatan penting. Sedangkan di Perancis, di mana LAH berjuang dari 10 Mei 1940 hingga 25 Juni 1940, resimen itu berada di front terdepan. Mereka melakukan pertempuran sengit dekat desa Wormhoudt. Mereka mendapatkan kemenangan dekat Dunkerque, resimen dan SS-VT juga berhasil dengan mudah menembus garis pertahanan Prancis pada 6 Juni 1940 dan setelah seminggu LAH telah bergabung dengan korps Wehrmacht di jauh Selatan dekat Vichy.

Pada April 1942 divisi dikirim ke Yunani melalui Yugoslavia, di mana mereka melawan Inggris dan berhasil menang beberapa kali. Pada tanggal 6 November 1941 mereka pindah ke Rusia Selatan. Resimen turut bertempur dalam pertempuran Kiev, Uman, Krimea dan Rostov. Pada 27 Juni 1941 divisi memiliki 10.796 orang.

Pada musim dingin 1941 dan 1942 mereka juga bertempur di daerah Donets. Divisi ini menderita kekalahan besar dan dikirim ke Prancis Utara pada bulan Agustus sampai November 1942, di mana mereka dapat beristirahat dan mengatur strateginya. Pada akhir 1942, 20.800 laki-laki kembali siap bertempur.

Pada bulan Januari 1943 mereka pindah ke Ukraina, di mana pada bulan Februari sampai Maret mereka telah berperang dengan sengit dan melelahkan antara Donets dan Dnepr dan mereka menduduki kembali Kharkov. Pada Juli 1943 divisi itu pertempuran dari Belgrad ke Kursk. Dalam musim panas 1943 resimen aktif di Italia Utara. Setelah itu mereka pindah kembali ke Rusia dimana mereka berperang dari November 1943 sampai Januari 1944. Pada musim semi 1944 divisi dikirim istirahat dalam rangka untuk ditata kembali di Timur Laut Perancis dan Belgia. Dari Juni sampai Oktober 1944 divisi berpartisipasi dalam pertempuran sengit di Normandia. Dari sana mereka mundur melalui Belgia ke
daerah Aachen. Dari Desember 1944 sampai Januari 1945 mereka berpartisipasi dalam pertempuran yang sulit di Ardennes, setelah itu mereka mundur ke daerah Bonn.

Divisi ini dikirim ke Hongaria di mana pertempuran sengit pada Februari 1945 dan harus mundur ke Austria. Pada 8 Mei 1945 sebagian besar divisi menyerah kepada pasukan AS di daerah Steyer. 1.500 orang dengan 16 tank menyerah, kekuatan divisi dalam bulan Juni 1944 adalah 19.700 orang.

Pemimpin Divisi:

SS-Obergruppenführer Josef "Sepp" Dietrich (sampai Juli 1943)
SS-Brigadeführer Theodor Wisch (sampai Agustus 1944)
SS-Oberführer Wilhelm Mohnke (sampai Februari 1945)

SS-Brigadeführer Otto Kumm




Lambang:

Cuffband "Adolf Hitler", huruf "LAH" pada patch bahu, simbol rahasia "SS" pada patch kerah.


52 orang dari divisi ini menerima Ritterkreuz Knight Cross. (tams)

INTERNASIONAL -- Perbedaan Batik Jerman Dengan Batik Indonesia

Jakarta, (LP) - Batik yang khas dari Indonesia ternyata dimiliki pula oleh negeri lain, salah satunya Jerman. Lalu, seperti apa ciri rupa dan perbedaan batik Jerman tersebut?

Seni budaya Indonesia terus mendunia dan batik menjadi salah satu warisan budaya Indonesia yang sangat dihargai dan dikenal masyarakat dunia. Ketertarikan warga dunia seperti Eropa terhadap batik menarik minat mereka untuk mengenalnya lebih dalam. Banyak negara yang tertarik mendalaminya lebih lanjut, Jerman menjadi salah satu di antaranya. Dengan mengulik lebih dalam, Jerman pun kini sudah memiliki batik khas Eropa.

Batik Jerman (dok. Okz)


Joachim Blank, seniman batik Eropa melihat bahwa ada perbedaan mendasar dari batik Indonesia dan Jerman. Blank mengatakan, bahwa perbedaan batik Indonesia dengan Jerman terletak pada warna yang digunakan keduanya. Dalam pandangannya, batik Eropa bersifat lebih kontemporer sementara batik Indonesia berani memadupadankan warna.

“Batik Eropa lebih kontemporer dan kami lebih memiliki ide ‘liar’ dalam mengekspresikannya. Apa yang kami buat pada saat itu, kami tuangkan saja langsung. Apabila terlihat bagus, maka kami lanjutkan pengerjaannya,” tutur Blank saat bertemu wartawan di pembukaan pameran Batik Indonesia “A Living Heritage” di Galeri Nasional, Jakarta, Rabu (25/1/2012).

Joachim, seorang kurator dari the Walter Spies Society and Curator/Coordinator of the “Taktha - International Batik Art” exhibitions memiliki sekira 300 batik hasil karyanya yang dipamerkan lewat “Exhibition Batik” ini melanjutkan, bahwa perbedaan batik Indonesia dan Eropa juga terletak pada proses pembuatannya.

“Kami menggunakan beberapa teknik seperti pelukisan pada kain, sedangkan Indonesia masih menggunakan teknik tradisional yang masih membutuhkan dua-tiga proses pengerjaan,” terangnya (tams/okz)

Kamis, 19 Januari 2012

SEJARAH - Divisi ke 33 Grenadiere Charlegmane (1st French)

Nama berasal dari Raja Frank dan Kaisar Karl Roma yang Besar di (April 2, 742 sampai 28 Januari 814) atau dalam bahasa perancis disebut Charlemagne, saat pemerintahan Kekaisaran Frank dibentuk dan termasuk saat 'Italia, Prancis dan Jerman .

57 Waffen Resimen Grenadier (Februari 1945)
58 Waffen Resimen Grenadier

Pemimpin Divisi:

Waffen-Oberführer Edgard Puaud (sampai Februari 1945)
SS-Brigadeführer Doctor Gustav Kukenberg (sampai April 1945)
SS-Standartenführer Walter Zimmermann

Legiun Relawan Prancis berjuang dari 1941 di Perancis bagian timur. Pada bulan Agustus 1943 Prancis direkrut ke Waffen-SS dan dibentuklah SS Sturmbrigade Frankreich. Pada bulan Juli 1944 brigade dibawa ke Bohemia dan Moravia, di mana ia menderita kerugian besar dalam pertempuran. Pada tanggal 1 September 1944 unit dibawa bersama dalam Greifenberg, Prusia Timur, dan setelah tiba dengan penambahan dua unit bergabung untuk membentuk SS 7 Relawan Sturmbrigade Charlemagne. Pada bulan Agustus 1944 mereka berpartisipasi dalam pertempuran di bagian depan Carpathians 'di daerah Mielec dan Sanok. Brigade juga menderita kerugian besar dan direformasi pada musim gugur tahun 1944 di Wildflecken. Setelah reformasi, unit berjuang di bagian depan Barat untuk waktu singkat dan dari sana dikirim ke Pomerania.

Pada akhir tahun 1944 brigade diperluas ke Charlemagne Grenadier Waffen Divisi ke-33. Divisi ini telah dikirim ke pertempuran yang sengit Neustettin, dimana orang-orang yang tersisa menyerah kepada pasukan AS di daerah Moosburg. Bagian lain dari divisi berjuang dari bulan April sampai Mei 1945 di Berlin dan menyerah kepada Tentara Merah. Divisi ini memiliki lebih dari 10.000 relawan Perancis.

Lambang
:

Cuffband Charlemagne, simbol pedang dan salam daun pada patch kerah.


4 orang dari divisi ini menerima Ritterkreuz Salib Knight Cross.

SEJARAH -- Tentara Muslim Di Divisi Waffen SS Nazi

Bosnia-Hercegovina, Perang Dunia II. Diperintah oleh rezim lalim Ante Pavelic, pemimpin kelompok teroris Ustasa yang menjadi boneka Hitler, negeri Balkan ini terjerumus dalam perang saudara yang berdarah antara tiga komunitas utamanya, orang Serbia, Kroasia, dan Muslim Bosnia di tengah-tengah berkecamuknya perang gerilya yang kejam. Untuk menyelamatkan komunitasnya, ribuan pemuda Muslim Bosnia mengangkat senjata, bergabung dengan pasukan elite Hitler—Waffen-SS—di bawah panji bulan sabit dan swastika.

"Singa Bosnia: Sejarah Divisi SS Handschar, 1943-45"

SEJARAH PEMBENTUKAN

Pada masa Perang Dunia II, setelah menaklukkan Yugoslavia, Hitler menempatkan Bosnia-Hercegovina di bawah Negara Kroasia Merdeka. Negara boneka Nazi itu diperintah oleh seorang tokoh yang lalim, Ante Pavelic, kepala organisasi teroris Ustasa. Pada mulanya, banyak tokoh Muslim Bosnia mendukung NDH dan mendapatkan sejumlah jabatan tinggi dalam pemerintahan Pavelic, termasuk kursi wakil presiden. Ribuan pemuda Muslim juga bergabung dengan angkatan bersenjata Kroasia dan berbagai milisi Ustasa.

Namun pembersihan etnis yang dilakukan rezim Ustasa terhadap komunitas Serbia yang hidup di negara boneka Kroasia mengubah keadaan tersebut. Keterlibatan kaum Muslim dalam pemerintahan Ustasa dan kebijakan pembersihan etnisnya membuat komunitas Muslim (dan Kroasia) menjadi sasaran serangan brutal dari gerilyawan Serbia. Pada gilirannya, untuk menyelamatkan komunitasnya, sejumlah tokoh Muslim meminta Hitler untuk memisahkan Bosnia-Hercegovina dari negara boneka Kroasia dan menjadikannya sebuah protektorat Nazi. Sebagai imbalannya, para pemuda Muslim menjadi relawan dalam angkatan bersenjata Jerman Nazi.

Hitler mengabaikan permintaan mereka untuk menjadikan Bosnia-Hercegovina sebagai protektorat Nazi, namun bersedia menampung keinginan para pemuda Muslim untuk bergabung dengan angkatan perangnya. Kebencian tradisional kaum Muslim terhadap orang Kristen Serbia serta kaum komunis dipandangnya sebagai alat yang berguna untuk memerangi kaum Partisan pimpinan Tito yang didominasi oleh orang Serbia. Akhirnya, pada bulan Februari 1943, Hitler memerintahkan pemimpin SS Himmler untuk merekrut kaum Muslim Bosnia ke dalam sebuah divisi Waffen-SS.

Sekalipun dihalangi oleh rezim Pavelic, yang menganggap sebagai dorongan bagi gerakan separatis Muslim, perekrutan dimulai pada bulan Maret 1943. Pihak SS menggunakan Mufti Besar Yerusalem yang pro-Nazi untuk mendorong kaum Muslim Bosnia agar bergabung dengan Waffen-SS untuk memerangi ancaman “Yahudi-Bolshevik”. Usaha perekrutan awal menghasilkan 8.000 orang sukarelawan. Namun karena jumlah itu tidak memadai untuk mengawaki sebuah divisi, Himmler kemudian menekan pemerintah Ustasa agar mentransfer kaum Muslim yang bertugas dalam angkatan perang Kroasia ke Waffen-SS serta mengadakan wajib militer terhadap kaum Muslim. Akhirnya, divisi yang dinamakan 13.Waffen-Gebirgsdivision der SS ‘Handschar’ itu memiliki sekitar 21.000 orang anggota, di mana 90 persen adalah orang Muslim—termasuk beberapa ratus orang Muslim Albania dari Kosovo dan Sandzak. Kepemimpinan atas divisi itu dipegang oleh para perwira serta bintara Jerman dan minoritas Jerman di Yugoslavia.

Para prajurit Muslim SS mendapatkan sejumlah hak istimewa berkaitan dengan agama mereka. Sementara unit-unit SS Jerman tidak diperkenankan memiliki pendeta militer karena sikap anti-Kristen Himmler, divisi Bosnia itu memiliki para imam Islam yang melayani kebutuhan rohani para prajurit. Mereka juga mendapatkan ransum halal dan diizinkan melakukan kegiatan agamanya. Sebagai ciri khas Muslim mereka, anggota divisi ini mengenakan tarbus (peci berjumbai) yang dimodifikasi.

Pemberontakan

Pada bulan Juli 1943, SS mengirimkan divisi itu untuk berlatih di Prancis agar jauh dari gangguan kelompok partisan. Namun kebijakan ini tidak populer. Keadaan tidak bertambah baik karena sikap arogan para instruktur Jerman. Akibatnya, pecah pemberontakan di sebuah batalyon divisi itu yang berpangkalan di Villefranche-sur-Rouergue pada bulan September 1943, yang menewaskan beberapa perwira dan bintara SS. Pemberontakan dipadamkan oleh imam batalyon serta prajurit Bosnia yang tetap setia kepada Jerman. Para pemimpin pemberontakan dieksekusi, sementara ratusan pemberontak lainnya dikirim ke barisan pekerja paksa atau kamp konsentrasi. Divisi itu sendiri kemudian dikirimkan ke Silesia, Jerman, untuk melanjutan pelatihan.

Perang anti-partisan

Pada pertengahan Februari 1944, ‘Handschar’ dikirimkan kembali ke Bosnia timur laut, di mana mereka berpangkalan di kawasan Brcko di Sungai Sava. Pada bulan Maret, mereka bertugas memerangi kaum partisan Yugoslavia sebagai bagian Korps Gunung SS ke-V bersama-sama Divisi SS ke-7 ‘Prinz Eugen’. Tidak lama setelah kedatangannya, ‘Handschar’ harus menyerahkan sebuah batalyonnya, yang terdiri atas orang Albania, untuk menjadi kader Divisi SS ke-21 ‘Skanderbeg’. Sebulan kemudian, divisi itu kembali kehilangan sejumlah besar anggotanya karena dijadikan kader inti bagi divisi SS Muslim Bosnia kedua yang hendak dibentuk, yang disebut Divisi SS ke-23 ‘Kama’.

Antara bulan Maret hingga September 1944, ‘Handschar’ dilibatkan dalam berbagai operasi anti-partisan, di mana mereka banyak melakukan kejahatan perang terjadap komunitas Serbia Bosnia. Namun saat Jerman mulai menarik diri dari Balkan setelah pembelotan Bulgaria dan Rumania, ribuan prajurit SS Bosnia melakukan desersi. Setelah kompi pengawal markas besar divisi itu melakukan desersi di bawah pimpinan imam divisi itu sendiri, Himmler yang murka memerintahkan agar semua orang Bosnia yang dicurigai tidak setia dilucuti dan dikirimkan ke barisan pekerja.

Penyerahan

Pada pertengahan Oktober, kekuatan ‘handschar’ merosot hingga seukuran resimen. Komposisi anggotanya kini lebih banyak didominasi oleh orang Jerman dan minoritas Jerman. Mereka kemudian dikirimkan ke Front Timur dan bertugas di perbatasan Hungaria-Kroasia. Selama periode ini, lima orang anggotanya memperoleh medali Knight Cross.

Setelah serangan besar-besaran Tentara Merah pada akhir Maret 1945, ‘Handschar’ mundur ke barat dan menyerah kepada pasukan Inggris di Austria pada awal Mei 1945. Tiga puluh delapan perwira dan bintara Jerman dari divisi ini kemudian diekstradisi ke Yugoslavia, di mana 10 orang dieksekusi, sementara sisanya dijatuhi hukuman penjara. Komandan kedua ‘Handschar’, SS-Gruppenfuehrer Sauberzweig bunuh diri untuk menghindari ekstradisi sementara penggantinya, SS-Brigadefuehrer Desiderius Hampel berhasil melarikan diri dari kamp tawanan Inggris.

Hanya sedikit prajurit Bosnia yang dihukum setelah berakhirnya perang. Kebanyakan di antara mereka diberikan amnesti oleh pemerintahan Tito, di mana beberapa orang kemudian bergabung dengan tentara Yugoslavia. Kebanyakan prajurit Bosnia yang enggan tinggal di negerinya yang berada di bawah pemerintahan komunis beremigrasi ke Jerman, Austria, atau Timur Tengah. Beberapa di antaranya kemudian bertugas dengan tentara Mesir dan Syria untuk memerangi orang Yahudi saat Perang Arab-Israel Pertama.



Komandan • SS-Oberführer Herbert Von Obwurzer (1 April 1943 - 9 Agustus 1943) • SS-Gruppenführer Karl-Gustav Sauberzweig (9 Agustus 1943 - 1 Juni 1944) • SS-Brigadeführer Desiderius Hampel (1 Juni 1944 - 8 Mai 1945)

Susunan Tempur • SS-Waffen Gebirgsjäger Regiment 27 • SS-Waffen Gebirgsjäger Regiment 28 • SS-Waffen Artillerie Regiment 13 • SS-Panzerjäger Battalion 13 • SS-Reconnaissance Battalion(mot) 13 • Waffen-Gebirgs Pioneer Battalion 13 • Waffen-Gebirgs Signals Battalion 13 • Waffen-Flak Battalion 13 • SS-Nachrichten-Battalion 13 • Kroatische SS-Radfahr-Battalion • Kroatische SS-Motorcycle Battalion • SS-Divisionsnachschubtruppen 13 • Versorgungs-Regiment Stab 13 • SS-Verwaltungs-Battalion 13 • SS-Medical Battalion 13 • SS-Krankenkraftwagenzug • SS-Volunteer Gebirgs Veterinary Company 13 • SS-Feldpostamt 13 • SS-War Reported platoon 13 • SS-Feldgendarmerie-Troop 13 • SS-Reserve Battalion 13 • SS-Training Battalion 13

Bacaan Lebih Lanjut Ilai Benino, Singa Bosnia: Sejarah Divisi SS Handschar, 1943-45. Jakarta: Gaco Books, 2010. N. Hidayat, Legiun Muslim Hitler. Jakarta: Nilia Pustaka, 2007. N. Hidayat, Legiun Asing Waffen SS. Jakarta: Nilia Pustaka, 2007. Fernando R. Srivanto. Waffen-SS: Mesin Perang Nazi. Yogyakarta: Narasi, 2007.

Senin, 09 Januari 2012

SEJARAH - (Foto) Divisi Tentara Gunung Gebirgsjager Waffen SS









Waffen ϞϞ Gebirgsjäger melintas pegunungan es Alphen menggunakan ski







Divisi tentara gunung Waffen SS Gebirgsjäger russland melintasi pegunungan es Kaukasus















Edelweis adalah lambang tentara gunung gebirgsjäger Waffen ϞϞ


















Waffen SS Gebirgsjäger; Divisi tentara gunung Nazi. Yang tak diragukan lagi kemampuannya membelah gunung Alphen, Kaukasus saat pasukan SS menyerang daerah Rusia




Waffen SS Gebirgsjäger; Divisi tentara gunung Nazi. Yang tak diragukan lagi kemampuannya membelah gunung Alphen, Kaukasus saat pasukan SS menyerang daerah Rusia

Minggu, 08 Januari 2012

SEJARAH - (Foto) Divisi Tentara Muslim Waffen SS Nazi

13th Division Waffen ϞϞ Handschar; Waffen SS Handschar adalah divisi tentara Muslim yang direkrut dari orang ² Palestina, Cezch, Turki, Balkan, Bosnia & sebagian orang ² Muslim kawasan Afrika Utara














13th Div. Waffen ϞϞ Handschaar -- Muslim Bosnia yang tergabung dalam tentara Nazi divisi 13 Waffen SS Moslem Handschaar sedang sholat berjama'ah.











13th Div. Waffen ϞϞ Handschaar; Muslim Bosnia berpose dengan seragam Handschaarnya. Yang membedakan dengan divisi lain ada pada seragamnya, simbol Handschaar adalah gambar pedang Arab & logo swastika Nazi (lihat badge di kerah sebelah kiri). Dan divisi Handschaar menggunakan kopiah.









13th Div. Waffen ϞϞ Handschaar Albanerfez; Muslim Albania dalam Divisi 13 Waffen SS Nazi Handschaar. Nama Handschaar biasa disebut Handshar, Khandjar atau dalam bahasa Arab disebut 'Khonjar'. (foto koleksi Museum Nasional Slovenia)








Pemimpin Petinggi Palestina Mufti Husseini sedang sidak pasukan Nazi Waffen ϞϞ 13th Div. Waffen SS Moslem Handschar. Divisi ke-13 Waffen ϞϞ Handschar adalah divisi tentara Muslim Nazi