Minggu, 25 Juli 2010

Galeri Foto: Prosesi Khataman

Meringis: Tak hanya manusia, kuda juga narsis saat difoto saat Khataman santri, di Petanahan, Kebumen



Hansip Joged: Hingar bingar juga dirasakan oleh hansip saat mengawal prosesi, sang hansip juga tak mau ketinggalan untuk berjoget.

Bocah juga turun jalan: Tidak hanya yang tua, yang mudapun tidak mau ketinggalan. Dengan polosnya sang bocah melenggok di depan iringan kuda


(tams)

Humor: Antara Setan dan Sex, Rebutan Nampang di Film



Ada cerita: Opa pengen nonton tv, dia ambil remot. Channel 1 film pocong, channel 2 film drakula, channel 3 film vampire. Dia heran kok semua channel filmnya tentang setan, dia panggil pembantunya, si Sule.. "Le, antene tv ini ngadep kemana sih..?" Sule jawab: "Ngadep ke kuburan, Opa.." Opa bilang: "Pantesaan..tolong dirubah ngadep ke Kodim ya, sapa tau film-nya RAMBO..!"
Tapi Sule menolaknya, lalu menjawab,''Jangan Opa, mending diadepin ke Kalijodo aja antenanya biar yang keluar film BOKEPnya.''

Minggu, 18 Juli 2010

Sebuah Religi dan Budaya, Khatam Di atas Kuda










18 Juli 2010
Jakarta
- Dalam Islam bisa membaca Al-Qur'an hingga khatam (selesai) merupakan suatu kebanggaan bagi pembacanya. Namun ada yang unik bagi warga desa Ampelsari, Petanahan, Kebumen, Jawa Tengah, hampir setiap orang yang bisa menuntaskan membaca Al-Qur'an diarak keliling desa.

Pada umumnya, di Indonesia tradisi yang telah mengakar itu disebut
khatam Qur'an. Hampir semua umat islam mungkin tahu apa yang disebut Khataman Quran. Sebab, istilah ini tidaklah begitu asing. Dua kata itu diambil dari Bahasa Arab, khatam dan Quran. Khatam berarti menyelesaikan atau merampungkan, dan Quran adalah kitab suci umat Islam.

Seperti yang dilakukan warga Ampelsari tersebut dilakukan setelah santri dari sebuah tempat pengajian lulus membaca Al-Qur'an. Biasanya para santri diarak ke seluruh desa dengan menumpangi kuda yang sudah dihias dan diiringi musik rebana. "Kalau sudah lulus ya tinggal dinaikkan kuda lalu diarak muter - muter desa," kata Juned salah seorang warga.


Dalam pelaksanaannya, santri yang lulus dikenakan biaya untuk menyewa kuda. Harga sewa tergantung kesepakatan antara orang tua santri dengan pemilik kuda. Walau lumayan merogoh gocek, orang tua santri cukup senang dan bangga melihat anaknya di atas pelana kuda, "Ya lumayan mahal sih, tapi yang penting anak senang bisa dikhatam," ungkap Mardi yang anaknya turut dikhatam.

Kamis, (08/07), saya berkesempatan melihat arak - arakan itu, dimulai dari sebuah tempat pengajian dari masjid setempat hingga berkeliling desa. Antusias warga setempat yang ingin melihat arak- arakan itu cukup tinggi, terbukti hampir setiap warga menjejali pinggiran jalan untuk menyaksikannya. Alunan musik yang mengiringi jalannya prosesi membuat kuda yang ditumpagi santri ikut berjoget. Tak kalah saing para pengikutpun turut berjoget, hingga hansip yang bertugas mengawal jalannya prosesi.

"Ia juga menambahkan, akhir dari khataman ini juga tidak hanya di atas kuda namun bisa berguna dalam mempelajari agama Islam."


Menurut keterangan pemuka agama setempat KH. Khudori menyatakan budaya itu telah mengakar dan turun temurun, "Sejak dulu, setiap santri yang lulus diarak keliling desa dengan kuda," tegasnya. Ia juga menambahkan, akhir dari khataman ini juga tidak hanya di atas kuda namun bisa berguna dalam mempelajari agama Islam.
(tams)

Foto Jurnal: Giat Membaca






Koran Daerah - Kebiasaan warga Purbalingga yang masih membaca. Meraka masih sering menengok koran daerah yang ada di alun-alun Purbalingga