Kamis, 29 April 2010

Hidup dan Air.....


Dan semua.....
Untuk bertahan....
Untuk menetap..........
Untuk berjuang...


Terkadang aku merasa hidup ini seperti tetesan air.
Berawal dari tetesan kecil dan tertakdir menjadi besar sebelum waktunya.
Meski tertuang dalam belanga yang terbuat dari perak dan berwarna keruh, tetaplah beriak riang..
Dan dari tetesan hujan bergabung luruh meski tak akan lama semuanya mulai menguap bebas.
Dan semuanya akan kembali padaNya

Dan semua.....
Untuk bertahan....
Untuk menetap..........
Untuk berjuang...
Untuk Mendapat tempat yang baik.......
Dan terus mengalir..........





(tams)

Rabu, 28 April 2010

Hidup Memang "Ngga" Adil, Tapi Masih Bisa Dinegosiasikan


Hidup................
Adil..........................
Ya, Hidup Adil...........!!!!
Mungkin itu yang sesungguhnya harus terjadi ketika semua itu terbersit dari sebuah angan - angan yang pernah ku lihat, dengar dan rasakan.


Banyak cara kita untuk bertahan hidup, meskipun kita merasa diadili atau kadang kita juga turut mengadili sesuatu, termasuk mengadili hidup kita sendiri. Yaaa..., meskipun itu belum tentu benar ataupun salah.

Terkadang aku juga bertanya pada diri sendiri tentang adil itu. Tapi bagiku, ketika kita bisa melakukan atau bertindak terhadap sesuatu pada hak, tempat, kodrat serta kewajarannya, mungkin itu yang disebut adil. Atau mungkn dari semua itu masih banyak yang perlu ku gali tentang adil tersebut.

*****

Kadang kita merasa apa yang telah kita peroleh tidak sesuai dengan apa yang kita lakukan dan harapkan. "Kenapa semua harus gini, ini semua ngga adil," mungkin kata - kata tersebut terucap lantang atau hanya terbersit dalam hati. Dan pikiran seperti itu mungkin hanya sebagian kecil dari raungan - raungan yang masih menyelinap dalam pikiran.

Mungkin kita lupa mensyukuri segala sesuatu yang sudah kita lewati, walaupun mungkin itu hanya sebagian kecil. Dan terkadang kita pungkiri keajaiban atau kesempurnaan kecil yang terlewat begitu saja dalam kehidupan. Dan mungkin kita terlalu fokus dengan tujuan lain yang kita sedang harapkan.

Coba kita hentikan langkah sejenak, hela nafas sembari mensyukuri keajaiban kecil itu untuk mencoba lari kembali. Yakinlah, tanpa kita sadari dari sesuatu yang kecil itu timbul kesempurnaan. Tapi ingatlah, kesempurnaan bukanlah hal kecil.

Dan selagi kau merasa apa yang kau dapatkan masih tidak adil, cobalah untuk bernegosiasi kepada-Nya, dalam luruh, hening dengan harapan - harapan yang lebih baik.

Negosiasi Dan Doa

Dalam hidup, berusaha tanpa doa sama halnya bernegosiasi tanpa mengharap kebaikan. Janganlah kita memiliki kemauan yang keras ditengah angkuhnya keberadaan kita. Mungkin ada kata yang pernah ku dengar, "I will survive," dan akupun juga bertanya pada diri sendiri, "Will I survive?" Aku berpikiran, "I will survive" tak akan terwujud dengan kekuatan kita sebagai manusia semata. Semuanya selalu berhubungan erat dengan yang menciptakan manusia itu sendiri. Bukankah kita pernah mendengar Dzat Yang Mahakuasa? Segala kuasa-Nya untuk memberi dan mengambilnya kembali.

Jadi, syukurilah kemampuan terbaik yang kita miliki ditengah keterbatasan yang kita miliki juga. Dan kita akan sadari, "Meski hidup ini tak adil, tetapi masih adil untuk dinegosiasikan." Negosiasikan dengan Yang Di Atas, baru bisa negosiasikan dengan yang di bawah.

"SELAMAT BERNEGOSIASI." (tams)

Belajar Untuk Tidak Durhaka. Mungkinkah...? (Priok Berdarah)





Tak tahu harus darimana kumulai tulisan ini, saat semua mata terbelalak pada berita di televisi. Dan saat telinga ini pekak dengan raungan kabar memilukan yang terjadi hari ini. Rabu (14/04/2010).

Ya, baru saja di Utara Jakarta, tepatnya di Tanjung Priok memanas yang disebabkan bentrokan warga dengan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP). Hal itu disebabkan eksekusi yang dilakukan Satpol PP terhadap lahan Makam Habib Hasan bin Muhammad Al-Haddad atau yang sering disebut Mbah Priok.
Sangat miris memang, ketika Satpol PP saat ini datang dengan beringas menyerang warga hanya untuk kepentingan tertentu. Kita bisa tahu, siapa sih Mbah Priok itu?

Masyarakat mengenalnya sebagai Habib Hasan bin Muhammad Al-Haddad. Cerita yang disampaikan secara turun-temurun, lelaki kelahiran Palembang, Sumatra Selatan, itu berlayar ke Pulau Jawa untuk menyebarkan ajaran Islam. Habib yang lahir pada 1727 itu mengalami kesulitan dalam menjalankan tugas keagamaan lantaran terus dikejar tentara Belanda.

Akhirnya, Habib meninggal dunia. Nama Tanjungpriok muncul lantaran warga menemukan priok nasi di samping jasad Habib. Kini, makin banyak orang yang dimakamkan dekat makam Mbah Priok sehingga kawasan tersebut menjadi pekuburan umum. Dan, tak sedikit pula warga yang berziarah ke makam Mbah Priok.

Kisah Habib yang menyebarkan Islam di Jakarta Utara pada abad ke-18 itu sudah di ujung halaman. Jika proses pemugaran yang dilakukan pemerintah Kota Jakut atas instruksi Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo berhasil, kemungkinan makam Mbah Priok akan berubah fungsi.

Kenapa Pemkot berambisi untuk mengambil alih Makam tersebut? Menurut berita yang dilansir dari Liputan6.com,
Katanya, tanah pekuburan milik PT Pelabuhan Indonesia Dua itu akan diperluas menjadi jalan tol. Disebut-sebut juga, kanal dan peti kemas siap dirikan di tempat itu. Namun, ada yang menyatakan bahwa makam tersebut bakal dijadikan taman dan monumen seluas 100 meter persegi.

Melihat hal demikian, aku sempat berfikir begitu serakahnya orang-orang untuk menggusur lahan tersebut. Kita bisa lihat sisi historikal lahan itu. Apakah sebuah sejarah juga akan hilang hanya karena ambisi tersebut. Saya khawatir jika bangsa kita menjadi bangsa yang durhaka dengan menggusur makam yang memiliki nilai yang sangat penting, bahkan sakral terutama untuk umat Islam dan warga Jakarta pada umumnya.

Mungkin masalah tersebut hanya secuil dari banyaknya kasus yang dilakukan pemerintah hanya untuk kepentingan tertentu.

Kasus lain seperti yang dirasakan Ratna Askia (81), seorang janda veteran. Pasalnya, hari ini, rumah yang telah ia tempati selama kurang lebih 30 tahun terancam digusur. Ratna adalah salah satu warga kompleks rumah pensiunan Departemen dalam Negeri yang berada di kampus IPDN, Jalan ampera Raya, Cilandak Timur.

Para satpol PP tersebut lah yang akan menggusur dan mengosongkan rumah para pensiunan pegawai departemen Dalam Negeri, termasuk Ratna.

“ Yang saya tuntut hanya keadilan. Saya tidak punya rumah. Saya ingin rumah,” ungkap Ratna.

Ratna adalah janda dari seorang tentara veteran yang ikut serta dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, Prof. Dr. Fauzi Ridwan, S.H. Semasa hidupnya almarhum Fauzi pernah dianugerahi tanda penghargaan khusus untuk anggota Angkatan Perang Republik Indonesia pada 1958. Saat itu Fauzi yang berpangkat Lettu Veteran dan tergabung dalam anggota Legiun Veteran RI mendapatkan Satya Lencana Peristiwa Aksi Militer sesuai dengan pasal No 16 UU Darurat No 2 tahun 1958.

Mungkin masih banyak lagi kasus lain.
Dan yang saya pertanyakan apakah kita akan menjadi penerus bangsa yang durhaka? Apakah kita akan terus memperlihatkan hal seperti ini pada anak cucu kita nanti.
Aku sempat berkahayal, seandainya nanti ada seorang anak membelot pada orang tuanya, hanya karena beberapa "tingkah orang tua" saat ini yang seperti itu.
Ingatlah, "Bangsa yang bermartabat adalah bangsa yang menghormati perjuangan pahlawan - pahlawannya."

Semoga bisa menjadi introspeksi.

(tams)