|
Paus Benediktus XVI (Reuters) |
Jakarta, LP -
Joseph Ratzinger Sebelum menjadi Paus Benediktus XVI dan jauh sebelum dia
mendapat julukan “Cardinal No” lantaran sikap kerasnya dalam menegakkan
doktrin gereja. Putra pasangan Maria dan Joseph Ratzinger, yang belajar tentang
kehidupan dan Tuhan di Jerman di antara dua perang dunia. Menurut
doktrin Katolik Roma, paus tak sekadar pemimpin gereja. Dia adalah
perwakilan Tuhan di Bumi yang tak boleh tak sempurna.
Sebelumnya Ratzinger tak ubahnya laki-laki biasa. Dia masih sempat menikmati
lezatnya daging dan lembutnya kentang. Dia menguasai banyak bahasa dunia
dan sangat menyukai musik gubahan Mozart dan Beethoven. Dalam musik dia juga
seorang pianis yang andal.
Sisi kemanusiannya itu semakin nampak saat Senin (11/2) lalu, saat
Vatikan mengumumkan bahwa dia akan mengundurkan diri di akhir bulan
ini dengan alasan usianya yang sudah tua. Langkah ini menjadikannya sebagai paus
pertama yang mundur sepanjang hampir 600 tahun.
Sejarah mencatat paus terakhir yang mengundurkan diri adalah Paus
Gregorius XII pada 1415. Tapi saat itu Paus Gregorius mundur menyusul
kesepakatan untuk mengakhiri perpecahan di kalangan gereja Katolik
terkait klaim perihal kepausan.
Paus lainnya yang mundur adalah Paus Celestinus V. Dia mundur pada 1296 setelah memimpin Gereja Katolik selama hanya lima bulan.
Paus Tertua Dan Mantan Tentara Nazi Yang Anti Marxis
Paus Benediktus XVI terpilih sebagai pemimpin umat Katolik sedunia
pada April 2005, setelah meninggalnya Paus Yohanes Paulus II. Saat itu
usianya 78 tahun, menjadikannya sebagai salah satu paus tertua dalam
sejarah ketika dipilih.
Dia merupakan warga Jerman kedelapan yang
menjadi paus. Sejatinya PB XVI sudah ingin pensiun ketika Paus Yohanes
Paulus II meninggal pada 2005. Profesor yang mahir bermain piano itu
mengatakan, dia tak pernah ingin menjadi paus dalam hidupnya.
Sebelum naik ke takhta kepausan, dia telah menjadi tokoh penting di
Vatikan selama 24 tahun. Dia memimpin apa yang disebut the
Congregation
for the Doctrine of the Faith.
Paus Benediktus XVI lahir di lingkungan keluarga petani di Marktl am
Inn, Jerman tenggara dekat perbatasan Austria, pada 16 April 1927.
Ayahnya, Joseph Ratzinger, seorang polisi. Masa kecilnya dihabiskan di
tengah masa-masa sulit Jerman. Menjelang remaja, saat berusia 14 tahun,
dia harus bergabung dengan pasukan gerakan Pemuda Hitler
(Hitlerjugend), satu hal yang
bertolak belakang dari keinginannya.
|
Hitlerjugend (istimewa) |
Dia pernah menuturkan bahwa kebrutalan dan kekejaman Nazi telah membantu mendorong perjalanannya ke dunia kependetaan.
Dalam memoirnya, pria yang memiliki nama asli Joseph Ratzinger itu
menyatakan dia sempat keluar dari organisasi itu tak lama setelah
bergabung lantaran belajar tentang kependetaan. Namun itu tak
berlangsung lama. Pada 1943, ketika Perang Dunia II meletus, masa
belajarnya di seminari Traunstein terganggu karena dia harus mengikuti
wajib militer.
Menjelang berakhirnya PD II, dia desersi dari keanggotan Divisi ke-12 SS-Hitlerjugend. Dia sempat ditahan sebagai
tawanan perang oleh pasukan sekutu pada tahun 1945.
|
(militariabids) |
Pada Juni 1945, Ratzinger dibebaskan dari kamp tahanan perang POW (
Prisoner Of War). Dan sejak itulah
hidupnya berubah. Dia belajar filosofi dan teologi di University of
Munich dan sejumlah perguruan tinggi lain di Freising antara tahun 1946
dan 1951 dan dua tahun kemudian dia meraih gelar doktor teologi.
Ratzinger kemudian mengajar di Universitas Bonn pada tahun 1959.
Tujuh tahun kemudian dia telah mengajar teologi dogmatik di empat
universitas di Jerman.
“Buku adalah sahabat terbaiknya,’’ ujar John Allen analis CNN untuk Vatikan.
Saat itu dia merasa tak senang dengan maraknya Marxisme di kalangan
para mahasiswanya. Dalam pandangannya, agama telah direndahkan di bawah
ideologi politik yang dianggapnya bersifat tirani, brutal dan jahat.
Di kemudian hari dia menjadi pendukung penting dalam melawan teologi
kebebasan, gerakan yang melibatkan Gereja dalam aktivisme sosial, yang
menurut dia tak banyak beda dengan Marxisme.
Pada tahun 1977 Ratzinger diangkat menjadi Kardinal dan Uskup Agung
Muenchen oleh Paus Paulus VI. Dia memiliki reputasi sebagai penganut
teologi konservatif, yang berpendirian keras terhadap homoseksualitas,
pengangkatan pendeta wanita, dan kontrasepsi. Karena itulah dia dikenal
sebagai “Cardinal No”.
Tema utama kepausannya adalah pembelaan terhadap nilai-nilai dasar
Kristiani dalam menghadapi apa yang dipandangnya sebagai kemerosotan
moral di sebagian besar kawasan Eropa.
Oleh mereka yang mengenalnya, Paus Benediktus digambarkan sebagai
orang yang lemah lembut dan bermoral kuat. Bahkan ada seorang kardinal
yang menyebutnya pemalu tetapi keras kepala.
Gonjang-ganjing.
Masa kepemimpinan Paus Benediktus XVI diwarnai dengan badai yang
menghantam Gereja Katolik. Berbagai tuduhan, kasus hukum, dan laporan
tentang pencabulan anak mencapai puncaknya pada tahun 2009 dan 2010.
Sementara beberapa tokoh senior di Vatikan pada awalnya menanggapi
dengan menyerang media atau menuduh adanya persekongkolan anti-Katolik,
Paus Benediktus berkeras bahwa Gereja harus menerima tanggung jawabnya,
seraya merujuk apa yang disebutnya dosa di dalam Gereja.
Tanggung jawab itu dia wujudkan dengan menemui para korban dan
meminta maaf kepada mereka. Dia menegaskan bahwa para uskup harus
melaporkan bila terjadi pelecehan. Dia juga memperkenalkan aturan baru
yang mempercepat pemecatan para pendeta yang diketahui melakukan
pelecehan.
Namun cara paus dalam menangani skandal pencabulan anak-anak di
lingkungan gereja mendapat kecaman pedas dari kalangan pers sekuler.
Kardinal Cormac Murphy OConnor, mantan kepala Gereja Anglikan di
England dan Wales, menyebut Paus Benediktus sangat sopan dan memiliki
banyak bakat, tetapi tidak dalam urusan administrasi.
Bocornya dokumen yang mengungkap soal korupsi dan mismanagemen di
dalam Vatikan menjadi salah satu buktinya. Peristiwa yang membuat salah
satu pembantu dekatnya dihukum itu menimbulkan kesan bahwa tengah
terjadi pertarungan kekuatan di kepausan.
Kunjungan Paus Ke Palestina
Paus Benediktus XVI mengisi kunjungan hari keduanya ke wilayah Palestina
dan Israel dengan mengunjungi Masjidil Aqsa, pada bulan Mei 2009. Dia menjadi Paus
pertama yang berkunjung ke tempat yang dianggap suci oleh umat muslim,
Yahudi, maupun Kristen.
Benediktus disambut Mufti Agung Jerusalem Mohammad Mohammad Hussein di
pintu masuk Masjidil Aqsa. Paus kelahiran Jerman itu melepaskan
sepatunya sesuai dengan tradisi Islam ketika memasuki sebuah tempat
suci.
Bersama Mufti Agung, Paus menngingatkan kembali akan adanya persamaan
mendasar antartiga agama monoteisme (Islam, Yahudi, dan Kristen) dalam
kisah Ibrahim dan Jerusalem.
Usai memasuki Masjidil Aqsa, pemimpin Vatikan itu juga mengunjungi
Tembok Ratapan. Di salah satu tempat tersuci Yahudi itu, Paus
memanjatkan doa selama beberapa menit. Tembok Ratapan merupakan kompleks
kuil era Romawi tempat Yesus Kristus melakukan santapan terakhir
sebelum disalib.
Di tembok itu Paus menuliskan doa. Setelah itu, dia bertemu dengan dua pemimpin rabi Yahudi.
’’Kirimkan kedamaian-Mu pada Tanah Suci, Timur Tengah, dan semua umat manusia,’’ demikian doa Paus.
Orang Israel Tak Puas
Paus memulai kunjungannya ke Israel Senin lalu dengan mengeluarkan
pernyataan bahwa sikap anti-Yahudi atau anti-semit tidak bisa
ditoleransi. Dalam kesempatan itu dia juga menyuarakan dukungan kepada
rakyat Palestina untuk mendapatkan wilayah mereka.
Seruan Paus yang mendesak dunia untuk menghapuskan sikap anti-semit di
seluruh dunia diperkirakan akan membuat senang Israel sebagai tuan rumah
kunjungannya kali ini.
Kendati demikian, banyak kalangan tidak puas karena Paus tidak mengecam
keras Nazi. Dalam sebuah wawancara radio, ketua parlemen Israel Reuven
Rivlin, mengkritik Paus.
’’Dia datang dan berkata pada kami seolah dia seorang sejarawan,
seseorang yang melihat dari berbagai sudut, tentang sesuatu yang
semestinya tidak terjadi. Dan apa yang bisa Anda lakukan? Dia adalah
bagian dari mereka,’’ kata Rivlin.
Paus mengunjungi monumen Yad Vahshem, Senin lalu, guna memberi
penghormatan pada enam juta korban pembantaian Yahudi di Eropa. Kala itu
dia menyebut peristiwa pembantaian itu sebagai tragedi mengerikan
Shoah.
’’Shoah’’ adalah istilah Ibrani yang berarti holocaus. Menurut sejumlah
pemimpin Yahudi, sebagai warga Jerman dan pemeluk Kristen, Paus mestinya
meminta maaf atas genosida tersebut.
Paus Benediktus menghabiskan masa kecilnya di Jerman kala pemerintah
Nazi berkuasa. Paus mengaku pernah bergabung dengan gerakan muda
pendukung Hitler (
Hitlerjugend), namun hanya karena terpaksa.
(tams/cnn/bbc)