Jumat, 12 November 2010

Ibu Tua Keturunan Diponegoro Terancam Jadi Gelandanagan

arrumtamsQ, Jakarta (12/11) - Keturunan Pangeran Diponegoro terancam kehilangan rumah yang telah ditempatinya selama 64 tahun. Sukartinah Maruzar (69), keturunan Pangeran Diponegoro, bertempat tinggal di Jalan Blitar no 3, Menteng, Jakarta.

Sukartinah Maruzar saat duduk di kursi rodanya, Jumat (12/11/2010). (tribun/ Ferdinand)


Rumah tersebut milik ayahnya Raden Sukadjono Rekso Soeprojo yang tidak lain adalah anak Dipodilogo. Dipodilogo sendiri adalah salah satu anak dari Pangeran Diponegoro.

Ayahnya dahulu bekerja di NV Lelettergieterij "amsterdam". Oleh perusahaan, ayahnya diberi kesempatan membeli rumah dengan cara mencicil selama lima tahun. "Saya masih memiliki tanda bukti lunas," imbuh ibu beranak satu ini di rumahnya, Kamis (11/11).

Rumah seluas 800 meter persegi itu kemudian lunas pada tahun 1957 dengan cicilan Rp 10 ribu. Sementara Perusahaan tempat bekerja ayahnya terkena nasionalisasi oleh Pemerintah Indonesia sehingga berganti nama menjadi PT Sinar Bhakti.
Tinah, begitu dirinya biasa disapa, kemudian mendengar bahwa PT Sinar Bhakti mengalami kebangkrutan dan tidak bisa membiayai karyawannya. "Tetapi saya dengar mereka masih punya aset rumah di Jalan Blitar no 3 dan Jalan Pegangsaan no 80, enak aja itu kan rumah saya," tegasnya di atas kursi roda.

Tinah yang sejak tujuh tahun lalu tinggal seorang diri bercerita sejak tahun 1987 sudah melihat petugas yang mendatangi rumahnya untuk mengukur tanah. Sejak saat itu, sengketa pun dimulai karena Perusahaan Perdagangan Indonesia mengaku memiliki sertifikat.

Dirinya juga kaget karena rumah tersebut akan dieksekusi padahal dirinya menang di pengadilan. "Di PN, PT dan MA, saya menang. Bahwa rumah ini milik saya," kata Tinah yang menderita kelumpuhan sejak dua tahun yang lalu.

Atas perlakuan mendadak tersebut dia akan mencari Ketua PN Jakarta Pusat untuk meminta kejelasan duduk permasalahan. Tinah juga akan melakukan perlawanan eksekusi ini hingga ke manapun. "Saya telah menempati rumah ini sejak lama. 4 saudara saya sudah tidak serumah. Saya diancam untuk meninggalkan rumah," tukasnya

Tinah kini hidup mandiri dengan menyewakan halaman rumahnya untuk penitipan sejumlah gerobak pedagang keliling. Anak semata wayangnya, Sjanara Mahruza (38) bekerja di Hongkong. "Saya mandiri, suami juga tidak memiliki uang pensiun," imbuhnya. (tams/ tribun)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar